Rabu, 10 November 2010

pangan dan rekayasa genetika

Tinjauan Keamanan Pangan yang Berasal Dari GMO (Genetically Modified Organism)
                GMO (Genetically Modified Organism) memiliki pengertian sesuai dengan namanya yaitu suatu organisme yang telah mengalami modifikasi secara genetik. Modifikasi ini dapat berupa penyisipan suatu gen yang berasal dari luar dirinya (transgenik) ataupun menonaktifkan gen tertentu yang terdapat didalam dirinya sendiri. Semua modifikasi yang dilakukan ini tentunya bertujuan untuk menghasilkan suatu organisme dengan sifat-sifat yang lebih unggul daripada keadaan alaminya. Sebagai contohnya adalah penyisipan gen yang dapat menyebabkan suatu tanaman menjadi tahan terhadap herbisida, virus, ataupun serangga tertentu. Sedangkan contoh penonaktifan gen terdapat pada tanaman tomat yaitu dengan menonaktifkan gen yang menyandikan pembentukan poligalakturonase, suatu enzim yang mempercepat pelunakan pada dinding sel buah tomat.
Keamanan pangan yang berasal dari organisme yang telah dimodifikasi secara genetik (GMO) telah menjadi isu yang hangat dibicarakan selama beberapa tahun belakangan ini. Beberapa pihak mendukung penggunaan pangan yang berasal dari GMO sedangkan beberapa yang lain menolaknya. Penolakan ini terutama dikaitkan dengan isu kesehatan dalam jangka panjang. Sehingga saat ini masyarakat menuntut agar adanya pelabelan produk pangan yang berasal dari GMO. Hal ini mendorong juga perlunya suatu teknik yang dapat diandalkan untuk mendeteksi keberadaan transgenik didalam suatu produk pangan.
Teknik ini menjadi penting dan berkembang terutama pada lembaga-lembaga pemerintah yang menangani regulasi terkait dengan keamanan dan pelabelan pangan. Teknik yang paling mudah untuk menduga keberadaan transgenik pada suatu organisme tentu saja dengan mengamati fenotip dari GMO maupun produk pangan yang dihasilkan darinya, misalnya adalah ketahanan terhadap herbisida, virus, ataupun serangga tertentu (pada GMO nya) atau dari umur simpan yang sangat lama (pada buah tomat seperti contoh sebelumnya). Sedangkan pengamatan lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengamati perubahan pada metabolismenya, misalnya perubahan pada aktifitas enzimnya, menghasilkan atau tidak suatu protein tertentu, perubahan komposisi pati (rasio amilosa:amilopektin), dan sebagainya.  Sedangkan teknik untuk sungguh-sungguh mengetahui adanya transgenik sampai pada tingkat gen membutuhkan pendekatan dengan cara yang lain. Salah satu teknik yang paling umum digunakan dan telah diakui secara resmi oleh negara-negara Eropa untuk mendeteksi keberadaan pangan transgenik secara kualitatif adalah dengan menggunakan PCR (Polymerase Chain Reaction).
                Prinsip deteksi pangan transgenik dengan PCR adalah produk pangan tersebut harus dimurnikan dari segala bahan lain yang dapat mengganggu analisa DNA (misalnya protein, lemak, dan karbohidrat) sehingga yang tersisa hanya DNA nya saja. DNA ini kemudian dipotong pada bagian yang diduga mengandung transgenik kemudian potongan DNA ini diperbanyak dengan PCR. Setelah potongan DNA tersebut diperbanyak kemudian dilakukan elektroforesis dan dibandingkan dengan potongan DNA transgenik yang sudah kita ketahui. Apabila terdapat pita yang sama dengan potongan DNA transgenik maka dapat disimpulkan bahan pangan tersebut mengandung transgenik.
                Namun harus dipahami pula bahwa tidak semua produk pangan dapat dideteksi berasal dari GMO atau tidak. Hal ini dikarenakan terdapat berbagai macam aplikasi GMO pada produk pangan. Secara umum ada lima penggolongan penggunaan GMO pada produk pangan.
  1. Pangan yang merupakan GMO itu sendiri, misalnya tomat, kentang, atau kedelai yang mengandung seluruh gen yang sudah dimodifikasi.
  2. Pangan yang mengandung GMO, misalnya yoghurt, sosis, atau produk-produk pangan lain yang dihasilkan melalui proses fermentasi yang menggunakan mikroorganisme yang sudah dimodifikasi secara genetik dan dikonsumsi sekaligus beserta mikroorganisme nya.
  3. Produk pangan olahan yang berasal dari GMO, misalnya kecap, dan snack-snack. Produk-produk ini akan mengandung seluruh gen yang sudah dimodifikasi, tetapi mungkin sebagian dapat terdegradasi akibat proses pengolahan.
  4. Pangan atau bahan tambahan pangan yang dihasilkan atau diisolasi dari GMO, misalnya minyak nabati, pati, gula, atau lesitin, dimungkinkan masih mengandung DNA.
  5. Bahan tambahan pangan lain yang diproduksi oleh GMO (terutama oleh mikroorganisme), misalnya enzim, senyawa-senyawa flavor, berbagai macam vitamin, dan asam amino yang membutuhkan kemurnian tinggi, tidak boleh mengandung bahan-bahan lain termasuk DNA. Sehingga pendeteksian apakah bahan-bahan tersebut berasal dari GMO atau bukan tidak dapat dilakukan.
Penerapan teknologi deteksi pangan yang mengandung transgenik masih akan terus berkembang di masa depan. Teknik lain yang dapat digunakan untuk mendukung teknik PCR yang digunakan sekarang adalah dengan ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Metode ELISA ini umum digunakan dalam imunologi dan diterapkan pada berbagai industri farmasi untuk mendeteksi keberadaan suatu antibodi atau antigen dalam suatu sampel. Dengan teknik ELISA ini keberadaan pangan yang mengandung transgenik dapat dideteksi secara kuantitatif.